Tahu Rendra donk? seorang maestro. penyair yang udah melanglang buana di dunia seni di indonesia, yang mendirikan "Bengkel Teater" di jogja. tak banyak yang tahu kalau seorang rendra juga orang yang memperhatikan tradisi. tulisan di bawah ini merupakan artikel yang udah lama banget di tulis di sebuah majalah (saya belum lahir saat itu) dimana Rendra menulis pendapatnya tentang Mempertimbangkan Tradisi. yang pada saat itu masih terdengar asing. silahkan membaca
Tradisi ialah kebiasaan yang turun temurun dalam sebuah masyarakat. Ia merupakan kesadaran kolektif sebuah masyarakat.
Sifatnya luas sekali, meliputi segala kompleks kehidupan, sehingga sukar di sisih-sisihkan dengan pemerincian yang tetap dan pasti.
Terutama sulit sekali diperlakukan serupa itu karena tradisi itu bukan obyek yang mati, melainkan alat yang hidup pula.
Ia bisa disederhanakan, tetapi kenyataannya tidak sederhana.
Sebagai kebiasaan kolektif dan kesadaran kolektif, tradisi merupakan mekanisme yang bisa membantu memperlancar pertumbuhan
pribadi anggota masyarakat, seumpama seorang ayah yang membimbing anak menuju kedewasaan. Sangat penting pula kedudukan
tradisi sebagai pembimbing pergaulan bersama di dalam masyarakat. Tanpa tradisi pergaulan bersama akan menjadi kacau, dan
hidup manusia akan bersifat biadab.
Namun demikian, nilainya sebagai pembimbing akan merosot apabila tradisi mulai bersifat absolut, Dalam keadaan serupa itu
ia tidak lagi menjadi pembimbing, melainkan menjadi penghalang bagi pertumbuhan pribadi dan pergaulan bersama yang kreatif.
Hanya kelahiran, kematian, takdir, dan menunggu Godot yang menjadi batas absolut bagi kemampuan manusia. Tradisi dan sebangsanya
hanyalah batas-batas yang relatif saja. Apabila ia mulai membeku (atau dibekukan), maka ia lalu menjadi merugikan pertumbuhan
pribadi dan kemanusiaan, oleh karena itu harus diberontak, dicarikan, dan diberi perkembangan baru.
Fitrat hidup itu bertumbuh dan berkembang. Tradisi yang tidak mampu berkembang adalah tradisi yang menyalahi fitrat hidup.
Fanatisme yang menghalangi perkembangan tradisi adalah sikap yang menghalangi hidup dan memihak kepada kematian.
Sebaliknya sikap yang dengan fanatik antitradisi dan menuntut kebebasan yang mutlak, bisa dinilai sebagai ketiadaan pengertian
akan hidup bersama. Banyak orang yang merasa kecewa terhadap tradisi yang mulai membeku dan mengekang, lalu sama sekali antitradisi.
Sikap ini, meskipun semula didorong oleh gairah hidup, pada akhirnya akan menjauhkan dari hidup. Sebab sikap semacam itu akan
membawanya ke arah anarki yang akhirnya akan memisahkannya dari kebersamaan dengan orang lain. Padahal hanya diliang kubur orang
bisa lepas dari kebersamaan.
Dalam pekerjaan saya sebagai seniman, sangat sering saya mengadakan eksperimen-eksperimen yang menyalahi tradisi kesenian yang
sudah ada. Tetapi itu terjadi bukan karena saya antitradisi, melainkan karena tradisi yang sudah ada tidak bisa lagi menampung
perkembangan yang baru dari gairah hidup saya, sehingga oleh karenanya saya merasaperlu untuk memberontak kterbatasannya dan
memberikannya kemungkinan untuk perkembangan baru. Saya muak sekali apabila mendengar orang mengatakan bahwa saya selalu mengutamakan
kebaruan di dalam ciptaan-ciptaan saya. Saya tidak pernah dengan sadar mencari sesuatu yang baru. Kalau yang sudah ada sudah cukup
baik dan lapang, maka tak perlu saya merintis satu pembaruan. Dalam berkarya, tidak pernah saya mengkonsentrasikan terhadap suatu
orisinalitas atau kebaruan, tetapi konsentrasi saya kerahkan setia pada hati nurani saya dan kepada hidup. Dan dalam hubungannya
dengan tradisi untuk berkembang, karena sayajuga cukup percaya pada kemampuan diri saya untuk berkembang pula. Tidak ada alasan orang
untuk anti pada tradisi selama ia yakinpada kemampuan berdialog dalam dirinya.
Malahanmenurut pengalaman pribadi saya dalam berkarya di bidang seni itu, saya banyak mendapat pertolongan yang bermanfaat dari tradisi
kesenian yang sudah ada. Kumpulan sajak saya yang pertama, yang berjudul Balada orang-orang Tercinta banyak di bimbing dan
dipengaruhi oleh tradisi permainan imajinasidi dalam tembang dolanan anak-anak Jawa. Saya sangat malu waktu para resensen menyebutkan
bahwa saya telah membawakan suasana baru dalam dunia persajakan di Indonesia. Mungkin apabila saya bulat-bulat mengcopy tradisi,
barulah orang bisa melihat hubungan antara Balada Orang-orang Tercinta dengantradisi. Tetapi setelah menghayati tradisi itu,
dalam pergaulan yang erat, setelah berdialog dan saling memberi dengannya, bagaimana mungkin saya hanya sekedar mengcopynya saja?
konsekuensi pergaulan yang penuh penghayatan ialah: saya memperkembangkan tradisi dan tradisi memperkembangkan saya.
Demikianlah, setelah merenungkan dan mengingatkan kembali, terkenanglah saya bagaimana tradisi telah banyak membimbing saya dalam hampir
semua karya saya yang disebut oleh resensen sebagai karya-karya eksperimental, yang mengajukan pembaruan-pembaruan. Kakawin Kawin
dibimbing oleh tradisi romantik tembang-tembang palaran orang Jawa. Sajak-sajak Sepatu Tua dan sajak sajak saya yang terbaru
dibimbing oleh tradisi bahasa koran. Kumpulan sajak Masmur Mawar dan pementasan Kasidah Barzanji dibimbing oleh tradisi
spiritual motolodi Dewa Ruci dari orang-orang Jawa. Pementasan Oidipus Rex di bimbing oleh tradisi teater rakyat Bali.
Gaya pementasan Macbeth di ilhami oleh gaya folkfore masyarakat desa di Jawa Tengah. Dan Teater Mini Kata saya
itu bukankah sangat erat hubungannya dengan tradisi permainan image dalam tembang dolonan anak-anak Jawa? Pendidikan dasar bagi
imajinasi saya, saya dapatkan dari tembang-tembang dolonan itu.
Tradisi Jawa sebenarnya sangat kaya, tetapi sayang masyarakatnya tidak bisa bergaul baik-baik dengan tradisi itu, sehingga mereka
merupakan benalu bagi tradisi. Mereka hanya bisa menempel dan mengeksploitir saja dan tak mampu memperkembangkannya.Akibatnya: tradisi
Jawa penjadi pohon meranggas. Di samping itu juga orang-orang Jawa, hampir semuanya, termasuk yang ahli-ahli juga, hanya mengetahui
sedikit saja tentang tradisi Jawa.Mereka hanya paham akan tradisi Jawa Bary, yaitu tradisi kebudayaan raja-raja boneka dan bupati-
bupati angkatan yang anggap tradisi kebudayaan Jawa Baru itu pusaka leluhur, padahal paling jauh kebudayaan dari permulaan abad ke-18.
Jadi kurang lebih hanya sama tua dengan kebudayaan Amerika Serikat,dan kalah tua dengna kebudayaan Eropa. Sedangkan tentang kebudayaan
Jawa Kuno: Kebudayaan Borobudur, Prambanan, Mojopahit, kebudayaan abadke-17, sastra kawi,tembang gede,tak ada ahlinya. Dan masyarakat
Jawa baru sendiri tak pernah merasa perlu untuk mempelajari pusaka leluhur di jaman tembang gede dan candi-candi itu. Diperlukan orang-
orang Eropa untuk mengajar mereka memelihara dan menyelidiki candi-candi serta keropak-keropak kuno pusaka leluhur mereka. Kecintaan
mereka pada tradisi hanya timbul dari perasaan mekanis melulu, mereka tidak mau bersikap kreatif terhadap tradisi itu.
Demikianlah, pekerjaan-pekerjaan kebudayaan di Indonesia akan menemui kesulitan apabila masyarakatnya tidak bersikap kreatif terhadap
tradisi, sebab contoh di Jawa tadi juga berlaku untuk daerah-daerah lainnya di Indonesia. Tradisi bukanlah sesuatu benda mati. Seharusnya
ia adalah sesuatu yang tumbuh dan berkembang, sesuai dengan kehidupan.Tradisi diciptakan manusia untuk kepentingan hidup dan bekerja.
Tetapi tradisi yang populer dewasa ini adalah tradisi yang kaku untuk dipakai bekerja, tradisi yang di perlakukan oleh masyarakatnya
sebagai kasur tua untuk tidur-tidur saja, bermalas-malas menempuh gaya hidup cendawan.
di tulis oleh majalah Basis Mei 1971, Hal. 237-139.
Mempertimbangkan tradisi
Tradisi ialah kebiasaan yang turun temurun dalam sebuah masyarakat. Ia merupakan kesadaran kolektif sebuah masyarakat.
Sifatnya luas sekali, meliputi segala kompleks kehidupan, sehingga sukar di sisih-sisihkan dengan pemerincian yang tetap dan pasti.
Terutama sulit sekali diperlakukan serupa itu karena tradisi itu bukan obyek yang mati, melainkan alat yang hidup pula.
Ia bisa disederhanakan, tetapi kenyataannya tidak sederhana.
Sebagai kebiasaan kolektif dan kesadaran kolektif, tradisi merupakan mekanisme yang bisa membantu memperlancar pertumbuhan
pribadi anggota masyarakat, seumpama seorang ayah yang membimbing anak menuju kedewasaan. Sangat penting pula kedudukan
tradisi sebagai pembimbing pergaulan bersama di dalam masyarakat. Tanpa tradisi pergaulan bersama akan menjadi kacau, dan
hidup manusia akan bersifat biadab.
Namun demikian, nilainya sebagai pembimbing akan merosot apabila tradisi mulai bersifat absolut, Dalam keadaan serupa itu
ia tidak lagi menjadi pembimbing, melainkan menjadi penghalang bagi pertumbuhan pribadi dan pergaulan bersama yang kreatif.
Hanya kelahiran, kematian, takdir, dan menunggu Godot yang menjadi batas absolut bagi kemampuan manusia. Tradisi dan sebangsanya
hanyalah batas-batas yang relatif saja. Apabila ia mulai membeku (atau dibekukan), maka ia lalu menjadi merugikan pertumbuhan
pribadi dan kemanusiaan, oleh karena itu harus diberontak, dicarikan, dan diberi perkembangan baru.
Fitrat hidup itu bertumbuh dan berkembang. Tradisi yang tidak mampu berkembang adalah tradisi yang menyalahi fitrat hidup.
Fanatisme yang menghalangi perkembangan tradisi adalah sikap yang menghalangi hidup dan memihak kepada kematian.
Sebaliknya sikap yang dengan fanatik antitradisi dan menuntut kebebasan yang mutlak, bisa dinilai sebagai ketiadaan pengertian
akan hidup bersama. Banyak orang yang merasa kecewa terhadap tradisi yang mulai membeku dan mengekang, lalu sama sekali antitradisi.
Sikap ini, meskipun semula didorong oleh gairah hidup, pada akhirnya akan menjauhkan dari hidup. Sebab sikap semacam itu akan
membawanya ke arah anarki yang akhirnya akan memisahkannya dari kebersamaan dengan orang lain. Padahal hanya diliang kubur orang
bisa lepas dari kebersamaan.
Dalam pekerjaan saya sebagai seniman, sangat sering saya mengadakan eksperimen-eksperimen yang menyalahi tradisi kesenian yang
sudah ada. Tetapi itu terjadi bukan karena saya antitradisi, melainkan karena tradisi yang sudah ada tidak bisa lagi menampung
perkembangan yang baru dari gairah hidup saya, sehingga oleh karenanya saya merasaperlu untuk memberontak kterbatasannya dan
memberikannya kemungkinan untuk perkembangan baru. Saya muak sekali apabila mendengar orang mengatakan bahwa saya selalu mengutamakan
kebaruan di dalam ciptaan-ciptaan saya. Saya tidak pernah dengan sadar mencari sesuatu yang baru. Kalau yang sudah ada sudah cukup
baik dan lapang, maka tak perlu saya merintis satu pembaruan. Dalam berkarya, tidak pernah saya mengkonsentrasikan terhadap suatu
orisinalitas atau kebaruan, tetapi konsentrasi saya kerahkan setia pada hati nurani saya dan kepada hidup. Dan dalam hubungannya
dengan tradisi untuk berkembang, karena sayajuga cukup percaya pada kemampuan diri saya untuk berkembang pula. Tidak ada alasan orang
untuk anti pada tradisi selama ia yakinpada kemampuan berdialog dalam dirinya.
Malahanmenurut pengalaman pribadi saya dalam berkarya di bidang seni itu, saya banyak mendapat pertolongan yang bermanfaat dari tradisi
kesenian yang sudah ada. Kumpulan sajak saya yang pertama, yang berjudul Balada orang-orang Tercinta banyak di bimbing dan
dipengaruhi oleh tradisi permainan imajinasidi dalam tembang dolanan anak-anak Jawa. Saya sangat malu waktu para resensen menyebutkan
bahwa saya telah membawakan suasana baru dalam dunia persajakan di Indonesia. Mungkin apabila saya bulat-bulat mengcopy tradisi,
barulah orang bisa melihat hubungan antara Balada Orang-orang Tercinta dengantradisi. Tetapi setelah menghayati tradisi itu,
dalam pergaulan yang erat, setelah berdialog dan saling memberi dengannya, bagaimana mungkin saya hanya sekedar mengcopynya saja?
konsekuensi pergaulan yang penuh penghayatan ialah: saya memperkembangkan tradisi dan tradisi memperkembangkan saya.
Demikianlah, setelah merenungkan dan mengingatkan kembali, terkenanglah saya bagaimana tradisi telah banyak membimbing saya dalam hampir
semua karya saya yang disebut oleh resensen sebagai karya-karya eksperimental, yang mengajukan pembaruan-pembaruan. Kakawin Kawin
dibimbing oleh tradisi romantik tembang-tembang palaran orang Jawa. Sajak-sajak Sepatu Tua dan sajak sajak saya yang terbaru
dibimbing oleh tradisi bahasa koran. Kumpulan sajak Masmur Mawar dan pementasan Kasidah Barzanji dibimbing oleh tradisi
spiritual motolodi Dewa Ruci dari orang-orang Jawa. Pementasan Oidipus Rex di bimbing oleh tradisi teater rakyat Bali.
Gaya pementasan Macbeth di ilhami oleh gaya folkfore masyarakat desa di Jawa Tengah. Dan Teater Mini Kata saya
itu bukankah sangat erat hubungannya dengan tradisi permainan image dalam tembang dolonan anak-anak Jawa? Pendidikan dasar bagi
imajinasi saya, saya dapatkan dari tembang-tembang dolonan itu.
Tradisi Jawa sebenarnya sangat kaya, tetapi sayang masyarakatnya tidak bisa bergaul baik-baik dengan tradisi itu, sehingga mereka
merupakan benalu bagi tradisi. Mereka hanya bisa menempel dan mengeksploitir saja dan tak mampu memperkembangkannya.Akibatnya: tradisi
Jawa penjadi pohon meranggas. Di samping itu juga orang-orang Jawa, hampir semuanya, termasuk yang ahli-ahli juga, hanya mengetahui
sedikit saja tentang tradisi Jawa.Mereka hanya paham akan tradisi Jawa Bary, yaitu tradisi kebudayaan raja-raja boneka dan bupati-
bupati angkatan yang anggap tradisi kebudayaan Jawa Baru itu pusaka leluhur, padahal paling jauh kebudayaan dari permulaan abad ke-18.
Jadi kurang lebih hanya sama tua dengan kebudayaan Amerika Serikat,dan kalah tua dengna kebudayaan Eropa. Sedangkan tentang kebudayaan
Jawa Kuno: Kebudayaan Borobudur, Prambanan, Mojopahit, kebudayaan abadke-17, sastra kawi,tembang gede,tak ada ahlinya. Dan masyarakat
Jawa baru sendiri tak pernah merasa perlu untuk mempelajari pusaka leluhur di jaman tembang gede dan candi-candi itu. Diperlukan orang-
orang Eropa untuk mengajar mereka memelihara dan menyelidiki candi-candi serta keropak-keropak kuno pusaka leluhur mereka. Kecintaan
mereka pada tradisi hanya timbul dari perasaan mekanis melulu, mereka tidak mau bersikap kreatif terhadap tradisi itu.
Demikianlah, pekerjaan-pekerjaan kebudayaan di Indonesia akan menemui kesulitan apabila masyarakatnya tidak bersikap kreatif terhadap
tradisi, sebab contoh di Jawa tadi juga berlaku untuk daerah-daerah lainnya di Indonesia. Tradisi bukanlah sesuatu benda mati. Seharusnya
ia adalah sesuatu yang tumbuh dan berkembang, sesuai dengan kehidupan.Tradisi diciptakan manusia untuk kepentingan hidup dan bekerja.
Tetapi tradisi yang populer dewasa ini adalah tradisi yang kaku untuk dipakai bekerja, tradisi yang di perlakukan oleh masyarakatnya
sebagai kasur tua untuk tidur-tidur saja, bermalas-malas menempuh gaya hidup cendawan.
di tulis oleh majalah Basis Mei 1971, Hal. 237-139.
Comments
Post a Comment
Mohon tinggalkan komentar. dan anda bisa menggunakan beberapa Tag HTML.
bagi user awam silahkan pilih opsi Nama/Url di menu drop down.
dan bagi user blogger bisa menggunakan ID Google atau bloggernya.
Terima Kasih