baru beberapa minggu yang lalu, saya kaget waktu liat berita di Metro TV tentang krisis ekonomi di Amrik sana. dan yang membuat saya jadi bertambah aneh lagi, bahwasannya saat mereka mengeluarkan UU Bailout*. banyak yang memperkirakan bahwa ekonomi AS akan kembali normal seperti sedia kala. tapi nyatanya itu lari dari kenyataan yang mengakibatkan ekonomi dunia secara simultan mengalami penurunan yang sangat signifikan. dan yang kena dampaknya termasuk indonesia. ok saya akan kutip beberapa artikel yang saya ambil di web. (tentu saja di bantu oleh Paman Google)
KabarIndonesia - Runtuhnya kekuasaan Uni Soviet sebagai salah satu kekuatan dunia sebelum tanun 1990-an, telah menjadikan Amerika Serikat sebagai negara adikuasa tunggal dan menandai kemenangan kapitalisme gaya Amerika atas sosialisme.
Kemudian, seiring proses globalisasi, maka terjadilah penyebaran kapitalisme gaya Amerika ke seluruh dunia. Semua pihak, pada awal era ekonomi baru seolah memperoleh manfaat dari tatanan Economia Americana.
Tatanan ini mendorong peningkatan aliran dana yang belum pernah terjadi sebelumnya, dari negara maju ke dunia berkembang, yakni enam kali lipat dalam enam tahun, peningkatan perdagangan yang mencapai 90% lebih dalam satu dekade, dan angka pertumbuhan ekonomi yang luar biasa.
Namun memasuki abad 21, kapitalisme gaya Amerika mulai dirasakan menimbulkan permasalahan ekonomi dunia, terutama hal-hal yang menyangkut kesejahteraan umat manusia.
Salah satu penyebab permasalahan krisis keuangan yang melanda Amerika adalah berkaitan dengan industri "subprime mortgage" (KPR Subprima). Diawali pada akhir tahun 2006, industri KPR subprima di Amerika memasuki suatu masa yang disebut "masa kehancuran KPR subprima".
Tingginya angka penyitaan jaminan KPR subprima telah menyebabkan perusahaan-perusahaan pemberi pinjaman KPR subprima mengalami kepailitan.
Kehancuran dari perusahaan-perusahaan KPR subprima mengakibatkan harga pasar saham berbasis real estate investment trust jatuh dan membawa pengaruh meluas terhadap bursa saham Amerika serta ekonomi secara keseluruhan.
Beberapa hari belakangan, permasalahan krisis keuangan yang melanda Amerika telah memakan korban hampir di seluruh belahan dunia. Bursa saham di hampir seluruh bagian dunia goncang.
Sebagian orang menyatakan hal tersebut baru merupakan gerimis di awal badai. Belum dapat dibayangkan bagaimana jika badai tersebut benar-benar telah datang. Apakah hanya badai pasang-surut biasa atau tsunami yang luar biasa.
Permasalahan krisis yang melanda ekonomi dunia saat ini, bukan hanya diakibatkan sistem kapitalisme yang diragukan kemampuannya dalam mewujudkan kesejahteraan dunia, tetapi juga diakibatkan oleh berubahnya etika moral para pelaku dunia keuangan.
Kerusakan yang timbul karena berubahnya etika moral mereka, bukan hanya mengenai lingkungan mereka saja, tetapi mempunyai dampak yang besar pada transformasi lembaga keuangan terhadap fungsi perekonomian secara umum.
Untuk menjalankan bursa saham yang dapat berfungsi dengan baik, dibutuhkan informasi akurat mengenai nilai suatu perusahaan agar investor bisa membayar harga yang tepat pada saham yang akan dimilikinya.
Akan tetapi, karena perubahan etika moral, para pelaku dunia keuangan, berani, mengaburkan persoalan-persoalan inheren perusahaan yang mereka bawa ke pasar atau yang mereka bantu penjualan sahamnya demi menambah modal perusahaan. Dengan demikian, mereka telah ikut menurunkan kualitas informasi.
Dalam banyak kasus, mereka mengetahui kondisi riil perusahaan yang mereka tangani, tetapi publik tidak mengetahuinya. Hal itu, menyebabkan keyakinan publik terhadap pasar menjadi turun, dan saat informasi yang benar terkuak, harga-harga saham menjadi terhempas tajam.Demikian pula dalam sosioekonomi dan politik, etika moral berlandaskan agama dijauhkan. Akibatnya masyarakat lepas dari mekanisme filter yang secara sosial disepakati. Kepentingan diri sendiri, harga, dan keuntungan menggantikan posisi etika moral sebagai kriteria utama bagi alokasi dan distribusi sumber-sumber daya untuk menstabilkan permintaan dan penawaran agregat.
Meskipun nurani fitrah individu yang tertanam dalam lubuk kesadarannya masih tersisa sebagai mekanisme filter pada tingkat individual, tetapi hal itu tidak memadai untuk menjalankan fungsinya sebagai mekanisme filter yang diperlukan untuk menciptakan suatu keharmonisan antara kepentingan diri individu dan kepentingan masyarakat.
Akibat penolakan penggunaan mekanisme filter yang disediakan oleh penilaian berbasis moral, dan makin melemahnya perasaan sosial yang diserukan agama, menyebabkan perwujudan cita-cita kesejahteraan masyarakat sebagai manusia yang saling bersaudara dan sama-sama diciptakan oleh satu Tuhan hanyalah sebuah impian.
Peningkatan moral dan solidaritas sosial tidak mungkin dapat dilakukan tanpa adanya kesakralan moral yang diberikan oleh agama. Para ahli mengakui, bahwa agama-agama cenderung memperkuat rasa kewajiban sosial dalam diri pemeluknya daripada menghancurkannya. Tidak ada contoh signifikan dalam sejarah yang menemukan, bahwa suatu masyarakat yang berhasil memelihara kehidupan moral, tanpa bantuan agama.
Ajaran ekonomi yang dilandaskan nilai agama akan menjadikan tujuan kesejahteraan kehidupan yang meningkatkan jiwa dan ruhani manusia menuju kepada Tuhannya.
Menurut Yusuf Qardhawi (1994), sesungguhnya manusia jika kebutuhan hidup pribadi dan keluarganya telah terpenuhi serta merta merasa aman terhadap diri dan rezekinya, maka mereka akan hidup dengan penuh ketenangan, beribadah dengan khusyu' kepada Tuhannya yang telah memberi mereka makan, sehingga terbebas dari kelaparan dan memberi keamanan kepada mereka dari rasa takut.
Dibutuhkan sebuah kesadaran, bahwa manusia diciptakan bukan untuk keperluan ekonomi, tetapi sebaliknya masalah ekonomi yang diciptakan untuk kepentingan manusia.
Islam, sebagai ajaran universal, sesungguhnya ingin mendirikan suatu pasar yang manusiawi, di mana orang yang besar mengasihi orang kecil, orang yang kuat membimbing yang lemah, orang yang bodoh belajar dari yang pintar, dan orang-orang bebas menegur orang yang nakal dan zalim sebagaimana nilai-nilai utama yang diberikan Allah kepada umat manusia berdasarkan Al Qur'an Surah al-Anbiyaa ayat 107.
Berbeda dengan pasar yang islami, menurut Qardhawi (1994), pasar yang berada di bawah naungan peradaban materialisme mencerminkan sebuah miniatur hutan rimba, di mana orang yang kuat memangsa yang lemah, orang yang besar menginjak-injak yang kecil.
Orang yang bisa bertahan dan menang hanyalah orang yang paling kuat dan kejam, bukan orang yang paling baik dan ideal. Dengan demikian sulit membayangkan bahwa kesejahteraan akan dapat diperoleh dari sistem pasar dalam peradaban materialisme.
Kesejahteraan masyarakat akan dicapai jika suatu sistem pasar yang sehat dapat tercipta.
Pasar yang sehat akan menciptakan suatu sistem ekonomi yang mampu memberikan pendapatan modal yang adil dan cukup, pekerjaan bagi semua orang dengan gaji yang memadai untuk hidup layak, dan alokasi optimal secara sosial dari sumber-sumber produktif masyarakat.
Tantangan yang dihadapi untuk mencapai kondisi di atas adalah menciptakan suatu peraturan kerangka kerja yang sejauh mungkin dapat menciptakan sistem pasar yang sehat. Menurut Korten, kapitalisme telah merusak teori pasar sampai tidak dikenal lagi, demi untuk mengabsahkan sebuah ideologi yang mengabdi kepada kepentingan sebuah kelas yang sempit.
Kaki tangan kapitalisme dengan kedok pasar dengan bersemangat seolah-olah mengajukan kebijakan-kebijakan publik yang nantinya justru akan menciptakan kondisi yang amat bertolak belakang dengan hal-hal yang diperlukan untuk dapat berfungsi secara sosial.
Kaum kapitalisme telah berhasil menciptakan kapitalisme uang yang membuat pemilik modal menjadi terpisah dari penggunaannya untuk produksi.
Hal itu terjadi akibat beralihnya kekuasaan dari kalangan pengusaha, investor dan kaum industrialis yang benar-benar terlibat dalam aktivitas produktif, kepada pemilik uang dan rentenir yang hanya hidup dari pendapatan yang diperoleh dari asset pemilikan keuangan dan asset-asset lainnya.
Pemilik modal dan pasar uang menjadi semakin jauh dari concern sosial dan terpisah dari perdagangan praktis. Mereka mengharapkan hasil-hasil yang diperoleh dari tabungan yang semakin menumpuk, namun menyimpang dari realitas ekonomi yang mendasarinya.
Mekanisme yang digunakan kapitalisme uang global untuk membuat uang dengan uang, tanpa keharusan ikut terlibat dalam aktivitas yang produktif, telah memberikan kesempatan bagi orang yang memiliki uang untuk meningkatkan tuntutan mereka terhadap kumpulan kekayaan masyarakat yang sesungguhnya tanpa memberi kontribusi kepada produksinya.
Menurut Korten, ketidakmampuan kapitalisme uang untuk membedakan antar investasi yang produktif dan yang ekstraktif tampaknya merupakan salah satu sifat yang menjadi ciri khasnya.
Perwujudan kapitalisme uang telah menimbulkan "kegairahan irasional" sebagaimana yang disampaikan oleh Alan Greenspan (Mantan Gubernur Bank Sentral Amerika) dalam bukunya. Joseph E. Stiglitz (2003) menyatakan "kegairahan irasional" akan berdampak besar terhadap terjadinya pengelembungan ekonomi.
Gelembung perekonomian senantiasa berbahaya, karena apabila meletus akan menimbulkan kerusakan sesudahnya. Biaya yang ditimbulkan oleh gelembung perekonomian mempunyai cakupan yang sangat besar, bukan hanya dikeluarkan pada selama masa gelembung terjadi, tetapi lebih banyak lagi yang harus dikeluarkan untuk menanggung akibat yang ditimbulkan pada saat gelembung tersebut meletus.
Sistem ekonomi yang tidak disertai etika moral keagamaan telah menyebabkan krisis yang tiada habisnya. Oleh karena itu, untuk mewujudkan suatu kondisi ideal, dimensi moral harus dikembalikan dalam sebuah sistem ekonomi yang berlaku, meskipun hal itu saja tidak cukup.
Kurangnya ceramah ruhani bukan penyebab utama kerusakan moral, ketiadaan keadilan dan kesejahteraan umum di dunia saat ini (Chapra, 2001). Kutbah dan ceramah ruhani telah cukup banyak dilakukan, namun diperlukan pula penciptaan suatu lingkungan yang sesuai dan strategi untuk mewujudkannya.
Lingkungan yang ideal akan dapat dicapai apabila setiap orang baik sebagai anggota masyarakat atau dunia usaha, maupun sebagai bagian dari organisasi pemerintahan rela mengorbankan kepentingan pribadi demi memenuhi kemaslahatan sosial di lingkungan keluarga, dalam dunia usaha, hidup bermasyarakat, atau di dalam bidang pemerintahan.
Selama maksimalisasi kekayaan dan konsumsi adalah satu-satunya tujuan, maka pengorbanan itu menjadi kehilangan arti.
Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)
Indonesia yang juga kena dampak krisis ekonomi AS yang selanjutnya berlanjut menjadi krisis ekonomi global melakukan langkah-langkah yang menuai banyak pro dan kontra. diantaranya:
1. Pemerintah bekerja sama dengan BI untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk dari krisis ekonomi global (dan sekarang, atas bantuan dari BI ekonomi indonesia masih cukup stabil walaupun "rentan")
2. ditutupnya BEI agar tidak terjadi penurunan saham besar-besaran.
3. Bank Mandiri akan membantu untuk mengatasi krisis ini pada pelanggannya,(khususnya KPR) tapi dengan penambahan bunga dan angsuran juga.
dan lain sebagainya. untuk lebih jelasnya silahkan stay di situs berita atau stasiun TV.
Dampaknya sepertinya sudah jelas yah? angka pengangguran naik menjadi lima juta orang kemudian ada sebuah perusahaan asuransi di jepang di nyatakan bangkrut,trus "orang terkaya di dunia" Bill Gates tidak di vonis lagi sebagai "orang terkaya"selain itu pula nilai tukar Rupiah cenderung melemah. IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) yang tidak sehat, dan ekspor yang mungkin agak sedikit macet karena perusahaan AS akan melakukan banting harga. dan gara-gara itu pula BEI terpaksa di tutup hingga senin mendatang.
sampai kapan kira-kira indonesia bisa bertahan dan krisis lain ini berakhir? think again.
baca juga ini Dampak Krisis ekonomi Global
KabarIndonesia - Runtuhnya kekuasaan Uni Soviet sebagai salah satu kekuatan dunia sebelum tanun 1990-an, telah menjadikan Amerika Serikat sebagai negara adikuasa tunggal dan menandai kemenangan kapitalisme gaya Amerika atas sosialisme.
Kemudian, seiring proses globalisasi, maka terjadilah penyebaran kapitalisme gaya Amerika ke seluruh dunia. Semua pihak, pada awal era ekonomi baru seolah memperoleh manfaat dari tatanan Economia Americana.
Tatanan ini mendorong peningkatan aliran dana yang belum pernah terjadi sebelumnya, dari negara maju ke dunia berkembang, yakni enam kali lipat dalam enam tahun, peningkatan perdagangan yang mencapai 90% lebih dalam satu dekade, dan angka pertumbuhan ekonomi yang luar biasa.
Namun memasuki abad 21, kapitalisme gaya Amerika mulai dirasakan menimbulkan permasalahan ekonomi dunia, terutama hal-hal yang menyangkut kesejahteraan umat manusia.
Salah satu penyebab permasalahan krisis keuangan yang melanda Amerika adalah berkaitan dengan industri "subprime mortgage" (KPR Subprima). Diawali pada akhir tahun 2006, industri KPR subprima di Amerika memasuki suatu masa yang disebut "masa kehancuran KPR subprima".
Tingginya angka penyitaan jaminan KPR subprima telah menyebabkan perusahaan-perusahaan pemberi pinjaman KPR subprima mengalami kepailitan.
Kehancuran dari perusahaan-perusahaan KPR subprima mengakibatkan harga pasar saham berbasis real estate investment trust jatuh dan membawa pengaruh meluas terhadap bursa saham Amerika serta ekonomi secara keseluruhan.
Beberapa hari belakangan, permasalahan krisis keuangan yang melanda Amerika telah memakan korban hampir di seluruh belahan dunia. Bursa saham di hampir seluruh bagian dunia goncang.
Sebagian orang menyatakan hal tersebut baru merupakan gerimis di awal badai. Belum dapat dibayangkan bagaimana jika badai tersebut benar-benar telah datang. Apakah hanya badai pasang-surut biasa atau tsunami yang luar biasa.
Permasalahan krisis yang melanda ekonomi dunia saat ini, bukan hanya diakibatkan sistem kapitalisme yang diragukan kemampuannya dalam mewujudkan kesejahteraan dunia, tetapi juga diakibatkan oleh berubahnya etika moral para pelaku dunia keuangan.
Kerusakan yang timbul karena berubahnya etika moral mereka, bukan hanya mengenai lingkungan mereka saja, tetapi mempunyai dampak yang besar pada transformasi lembaga keuangan terhadap fungsi perekonomian secara umum.
Untuk menjalankan bursa saham yang dapat berfungsi dengan baik, dibutuhkan informasi akurat mengenai nilai suatu perusahaan agar investor bisa membayar harga yang tepat pada saham yang akan dimilikinya.
Akan tetapi, karena perubahan etika moral, para pelaku dunia keuangan, berani, mengaburkan persoalan-persoalan inheren perusahaan yang mereka bawa ke pasar atau yang mereka bantu penjualan sahamnya demi menambah modal perusahaan. Dengan demikian, mereka telah ikut menurunkan kualitas informasi.
Dalam banyak kasus, mereka mengetahui kondisi riil perusahaan yang mereka tangani, tetapi publik tidak mengetahuinya. Hal itu, menyebabkan keyakinan publik terhadap pasar menjadi turun, dan saat informasi yang benar terkuak, harga-harga saham menjadi terhempas tajam.Demikian pula dalam sosioekonomi dan politik, etika moral berlandaskan agama dijauhkan. Akibatnya masyarakat lepas dari mekanisme filter yang secara sosial disepakati. Kepentingan diri sendiri, harga, dan keuntungan menggantikan posisi etika moral sebagai kriteria utama bagi alokasi dan distribusi sumber-sumber daya untuk menstabilkan permintaan dan penawaran agregat.
Meskipun nurani fitrah individu yang tertanam dalam lubuk kesadarannya masih tersisa sebagai mekanisme filter pada tingkat individual, tetapi hal itu tidak memadai untuk menjalankan fungsinya sebagai mekanisme filter yang diperlukan untuk menciptakan suatu keharmonisan antara kepentingan diri individu dan kepentingan masyarakat.
Akibat penolakan penggunaan mekanisme filter yang disediakan oleh penilaian berbasis moral, dan makin melemahnya perasaan sosial yang diserukan agama, menyebabkan perwujudan cita-cita kesejahteraan masyarakat sebagai manusia yang saling bersaudara dan sama-sama diciptakan oleh satu Tuhan hanyalah sebuah impian.
Peningkatan moral dan solidaritas sosial tidak mungkin dapat dilakukan tanpa adanya kesakralan moral yang diberikan oleh agama. Para ahli mengakui, bahwa agama-agama cenderung memperkuat rasa kewajiban sosial dalam diri pemeluknya daripada menghancurkannya. Tidak ada contoh signifikan dalam sejarah yang menemukan, bahwa suatu masyarakat yang berhasil memelihara kehidupan moral, tanpa bantuan agama.
Ajaran ekonomi yang dilandaskan nilai agama akan menjadikan tujuan kesejahteraan kehidupan yang meningkatkan jiwa dan ruhani manusia menuju kepada Tuhannya.
Menurut Yusuf Qardhawi (1994), sesungguhnya manusia jika kebutuhan hidup pribadi dan keluarganya telah terpenuhi serta merta merasa aman terhadap diri dan rezekinya, maka mereka akan hidup dengan penuh ketenangan, beribadah dengan khusyu' kepada Tuhannya yang telah memberi mereka makan, sehingga terbebas dari kelaparan dan memberi keamanan kepada mereka dari rasa takut.
Dibutuhkan sebuah kesadaran, bahwa manusia diciptakan bukan untuk keperluan ekonomi, tetapi sebaliknya masalah ekonomi yang diciptakan untuk kepentingan manusia.
Islam, sebagai ajaran universal, sesungguhnya ingin mendirikan suatu pasar yang manusiawi, di mana orang yang besar mengasihi orang kecil, orang yang kuat membimbing yang lemah, orang yang bodoh belajar dari yang pintar, dan orang-orang bebas menegur orang yang nakal dan zalim sebagaimana nilai-nilai utama yang diberikan Allah kepada umat manusia berdasarkan Al Qur'an Surah al-Anbiyaa ayat 107.
Berbeda dengan pasar yang islami, menurut Qardhawi (1994), pasar yang berada di bawah naungan peradaban materialisme mencerminkan sebuah miniatur hutan rimba, di mana orang yang kuat memangsa yang lemah, orang yang besar menginjak-injak yang kecil.
Orang yang bisa bertahan dan menang hanyalah orang yang paling kuat dan kejam, bukan orang yang paling baik dan ideal. Dengan demikian sulit membayangkan bahwa kesejahteraan akan dapat diperoleh dari sistem pasar dalam peradaban materialisme.
Kesejahteraan masyarakat akan dicapai jika suatu sistem pasar yang sehat dapat tercipta.
Pasar yang sehat akan menciptakan suatu sistem ekonomi yang mampu memberikan pendapatan modal yang adil dan cukup, pekerjaan bagi semua orang dengan gaji yang memadai untuk hidup layak, dan alokasi optimal secara sosial dari sumber-sumber produktif masyarakat.
Tantangan yang dihadapi untuk mencapai kondisi di atas adalah menciptakan suatu peraturan kerangka kerja yang sejauh mungkin dapat menciptakan sistem pasar yang sehat. Menurut Korten, kapitalisme telah merusak teori pasar sampai tidak dikenal lagi, demi untuk mengabsahkan sebuah ideologi yang mengabdi kepada kepentingan sebuah kelas yang sempit.
Kaki tangan kapitalisme dengan kedok pasar dengan bersemangat seolah-olah mengajukan kebijakan-kebijakan publik yang nantinya justru akan menciptakan kondisi yang amat bertolak belakang dengan hal-hal yang diperlukan untuk dapat berfungsi secara sosial.
Kaum kapitalisme telah berhasil menciptakan kapitalisme uang yang membuat pemilik modal menjadi terpisah dari penggunaannya untuk produksi.
Hal itu terjadi akibat beralihnya kekuasaan dari kalangan pengusaha, investor dan kaum industrialis yang benar-benar terlibat dalam aktivitas produktif, kepada pemilik uang dan rentenir yang hanya hidup dari pendapatan yang diperoleh dari asset pemilikan keuangan dan asset-asset lainnya.
Pemilik modal dan pasar uang menjadi semakin jauh dari concern sosial dan terpisah dari perdagangan praktis. Mereka mengharapkan hasil-hasil yang diperoleh dari tabungan yang semakin menumpuk, namun menyimpang dari realitas ekonomi yang mendasarinya.
Mekanisme yang digunakan kapitalisme uang global untuk membuat uang dengan uang, tanpa keharusan ikut terlibat dalam aktivitas yang produktif, telah memberikan kesempatan bagi orang yang memiliki uang untuk meningkatkan tuntutan mereka terhadap kumpulan kekayaan masyarakat yang sesungguhnya tanpa memberi kontribusi kepada produksinya.
Menurut Korten, ketidakmampuan kapitalisme uang untuk membedakan antar investasi yang produktif dan yang ekstraktif tampaknya merupakan salah satu sifat yang menjadi ciri khasnya.
Perwujudan kapitalisme uang telah menimbulkan "kegairahan irasional" sebagaimana yang disampaikan oleh Alan Greenspan (Mantan Gubernur Bank Sentral Amerika) dalam bukunya. Joseph E. Stiglitz (2003) menyatakan "kegairahan irasional" akan berdampak besar terhadap terjadinya pengelembungan ekonomi.
Gelembung perekonomian senantiasa berbahaya, karena apabila meletus akan menimbulkan kerusakan sesudahnya. Biaya yang ditimbulkan oleh gelembung perekonomian mempunyai cakupan yang sangat besar, bukan hanya dikeluarkan pada selama masa gelembung terjadi, tetapi lebih banyak lagi yang harus dikeluarkan untuk menanggung akibat yang ditimbulkan pada saat gelembung tersebut meletus.
Sistem ekonomi yang tidak disertai etika moral keagamaan telah menyebabkan krisis yang tiada habisnya. Oleh karena itu, untuk mewujudkan suatu kondisi ideal, dimensi moral harus dikembalikan dalam sebuah sistem ekonomi yang berlaku, meskipun hal itu saja tidak cukup.
Kurangnya ceramah ruhani bukan penyebab utama kerusakan moral, ketiadaan keadilan dan kesejahteraan umum di dunia saat ini (Chapra, 2001). Kutbah dan ceramah ruhani telah cukup banyak dilakukan, namun diperlukan pula penciptaan suatu lingkungan yang sesuai dan strategi untuk mewujudkannya.
Lingkungan yang ideal akan dapat dicapai apabila setiap orang baik sebagai anggota masyarakat atau dunia usaha, maupun sebagai bagian dari organisasi pemerintahan rela mengorbankan kepentingan pribadi demi memenuhi kemaslahatan sosial di lingkungan keluarga, dalam dunia usaha, hidup bermasyarakat, atau di dalam bidang pemerintahan.
Selama maksimalisasi kekayaan dan konsumsi adalah satu-satunya tujuan, maka pengorbanan itu menjadi kehilangan arti.
Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)
*Bailout adalah rencana penyelamatan Industri Keuangan.
Kemudian,Bagaimana Dengan Perekonomian Indonesia?
Indonesia yang juga kena dampak krisis ekonomi AS yang selanjutnya berlanjut menjadi krisis ekonomi global melakukan langkah-langkah yang menuai banyak pro dan kontra. diantaranya:
1. Pemerintah bekerja sama dengan BI untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk dari krisis ekonomi global (dan sekarang, atas bantuan dari BI ekonomi indonesia masih cukup stabil walaupun "rentan")
2. ditutupnya BEI agar tidak terjadi penurunan saham besar-besaran.
3. Bank Mandiri akan membantu untuk mengatasi krisis ini pada pelanggannya,(khususnya KPR) tapi dengan penambahan bunga dan angsuran juga.
dan lain sebagainya. untuk lebih jelasnya silahkan stay di situs berita atau stasiun TV.
Dampak Krisis Ekonomi Global?
Dampaknya sepertinya sudah jelas yah? angka pengangguran naik menjadi lima juta orang kemudian ada sebuah perusahaan asuransi di jepang di nyatakan bangkrut,trus "orang terkaya di dunia" Bill Gates tidak di vonis lagi sebagai "orang terkaya"selain itu pula nilai tukar Rupiah cenderung melemah. IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) yang tidak sehat, dan ekspor yang mungkin agak sedikit macet karena perusahaan AS akan melakukan banting harga. dan gara-gara itu pula BEI terpaksa di tutup hingga senin mendatang.
sampai kapan kira-kira indonesia bisa bertahan dan krisis lain ini berakhir? think again.
baca juga ini Dampak Krisis ekonomi Global
Comments
Post a Comment
Mohon tinggalkan komentar. dan anda bisa menggunakan beberapa Tag HTML.
bagi user awam silahkan pilih opsi Nama/Url di menu drop down.
dan bagi user blogger bisa menggunakan ID Google atau bloggernya.
Terima Kasih